• Jelajahi

    Copyright ©
    Sinyal Bekasi

    Iklan

     


    Dinkes Kota Langsa Beberkan Problematika Stunting

    27/02/2024, 19:24 WIB Last Updated 2024-02-27T12:24:37Z

    PENULIS : ADE DWI HIDAYAT

    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini


    WARTAKINIAN.COM
    - Penanganan stunting di Kota Langsa, sekan seperti "jauh panggang dari api" (kenyataan dengan suatu yang diharapkan, belum tercapai dari hasil maksimal).


    Mengapa demikian?. Ya, karena pihak Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Langsa, telah membeberkan sejumlah problematika penanganan stunting di kota jasa itu, saat menghadiri acara rapat koordinasi tim percepatan penurunan stunting bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Aceh, di Aula Sekretariat Daerah Kota (Setdako) Langsa, Senin, (26/2/2024).


    Problematika penanganan stunting itu diantarnya terkait tablet tambah darah pada remaja putri. Dimana Dinkes merasa mengalami kendala pencatatan dan pelaporan hasil kegiatan pemberian bergizi disekolah yang dilaksanakan setiap minggu di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).


    "Mengkin yang pertama kami sampaikan terkait tablet tambah darah pada remaja putri. Kemudian kami dari Dinas Kesehatan terkendala dengan pencatatan dan pelaporan hasil kegiatan pemberian bergizi disekolah yang dilaksanakan setiap minggu di tingkat SMP dan SMA," kata salah seorang perwakilan Dinkes Kota Langsa, Dedek, diacara tersebut. 


    Ditambahkan Dedek, meski ada aplikasi Ceriah yang telah dikembangkan untuk dilaporkan oleh pihak sekolah, namun aplikasi tersebut ternyata belum maksimal untuk digunakan. Dia ia berharap agar pihak BKKBN bisa memberikan masukan terkait hal tersebut. 


    "Kita sama - sama tahun ini membenahi sistim pencatan pelaporan pemberian tablet tambah darah dari aksi pemberian gizi yang ada disekolah tingkat SMP dan tingkat SMA," ujarnya. 


    Kemudian, lanjut Dedek, laporan dari pemeriksaan hasil skrining tablet tambah darah pada remaja putri di Kota Langsa, menunjukan bahwa daftar remaja putri di daerah tersebut sekitar 36,9 persen mengalami anomie (keadaan ketidakpastian).


    "Artinya, dari tiga remaja putri kita, satu diantaranya anomie. Nah ini catatan rusak. Jika tidak tertangani kondisi anomie-nya, ini menjadi persoalan baru pada saat dia memasuki usia untuk calon pengantin. Ini masih kelas 7 dan kelas 10. Belum lagi kelas 2 dan 3 SMP, kelas 2 dan 3 SMA. Ini baru kelas 1 SMP dan kelas 2 SMA yang baru kita skrining,. Hasilnya 36 persen remaja putri kita anomie," terang Dedek. 


    Selanjutnya, kata Dedek, pihaknya mereview (tinjauan) terkait dengan desa bebas stunting, devisi petunjuk dari Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait dengan desa bebas stunting adalah desa yang tidak memiliki kasus stunting dalam priode satu tahun perimbangan. 


    "Dan ini sudah kami rekap dari Januari sampai dengan Desember tahun 2023, di Kecamata  Langsa Timur, ada tiga gampong (desa) yang terkatagori bebas stunting," jelas Dedek.


    Menurutnya hal tersebut progresnya baik. Namun yang menjadi permasalahan di desa, jika desa sudah menyatakan bebas stunting, seolah - olah tidak perlu anggaran untuk stunting lagi. 


    "Dan ini perlu diberi pemahaman kepada gampong, jangan seolah - olah kasus stuntingnya nol, tidak perlu anggaran stunting lagi. Padahal masih ada kelompok respon stunting yang masih menjadi ancaman untuk menimbulkan status stunting yang baru," terang Dedek. 


    Hal tersebut, sambung Dedek, terlihat pada Anggaran Pendapatan Belanja Kota (APBK) Langsa, tahun 2024 sudah disusun, ternyata ada desain kasus stunting-nya nol, gampong tidak memasukan anggaran untuk stunting. Bahkan ada sekitar Rp 5 juta untuk anggaran stunting. 


    "Apakah bisa dijamin dalam priode selama setahun 2024 tidak ada kasus stunting baru?. Nah ini jadi persoalan dan menjadi PR (Pekerjaan Rumah) kita bersama bagimana memberikan pemahaman kepada tingkat kecamatan untuk memantau terkit dengan anggaran ABPK yang ada didesa. Jangan seolah kasus stunting-nya nol, ini tidak anggaran untuk stunting," ujarnya. 


    Selanjutnya untuk kasus tambahan stunting yang lain dari hasil review provinsi sendiri, kata Dedek, untuk bebas stunting juga dikaitkan dengan desa stop untuk buang air besar sembarangan. Untuk Kota Langsa sendiri, sambung Dedek, sampai dengan per-desember, itu sudah ada 40 gampong yang sudah terverifikasi. 


    "Tahun 2024, 100 persen wajib unruk terverifikasi desa (gampong) stop buang air besar sembarangan. Nah ini dipercepat untuk 26 gampong lagi, bagimana untuk kita melakukan percepatan verifikasi desa buang air besar sembarangan," ungkapnya. 


    Terakhir, lanjut Dedek, sekitar dua minggu lalu, pihaknya baru mendapat informasi dari Dikes Provinsi Aceh, Kota Langs masuk untuk penilaian kota sehat. Itu artinya, sambung Dedek, salah satu syarat adalah desa bebas buang air besar sembarangan. 


    "Makannya mungkin dalam waktu dekat, tim provisi akan datang untuk melihat kesiapan Kota Langsa dalam verifikasi Kabupaten/Kota Sehat (KKS), akan dilaksanakan tahun 2024, mungkin sekitar bulan Juni. Mungkin di bulan Maret atau bulan April, tim provinsi sudah datang untuk melihat kesiapan Kabupaten /Kota," terangnya. 


    Dengan adanya KKS tersebut, Dedek dikesempatan itu berharap berkaitan stunting dalam hal  lingkungan bisa menjadi PR bersama. Bahkan dalam penanganan stunting tersebut, pihaknya (Dinkes Kota Langsa, red) memperhatikan titik berat pada ibu hamil yang melahir anak katagori stunting.


    "Alhamdulillah di bulan Januari, tidak ada ibu hamil yang melahirkan katagori stunting. akan tetap masih ada ibu hamil dengan resiko lainnya yang menjadi perhatian bersama agar tidak melahirkan anak - anak stunting yang baru di bulan berikutnya," terang Dedek sembari ia menambahkan bahwa hal itu sebagai review dari pihaknya, serta mudah - mudahan melalui PMG bisa dipublikasikan untuk dijadikan sebagai data untuk 11 gampong sudah terverifikasi bebas stunting. 


    (Sutriso) 

     

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    PEMERINTAH

    +
    /*]]>*/