Puskesmas Kedungdung Bangkalan (Foto: Kamaluddin) detikJatim.com
WARTAKINIAN.COM - Polisi sudah menerima laporan terkait kasus meninggalnya bayi dengan kondisi kepalanya tertinggal di dalam rahim saat proses melahirkan.
"Iya (Polres Bangkalan menerima laporan kepala bayi tertinggal di rahim), sekarang ditangani Pidum Polres," kata Kasi Humas Polres Bangkalan, Iptu Risna Wijayanti, saat dikonfirmasi kumparannews, Selasa (12/3).
Namun, ia tak menyebut kapan laporan itu dilayangkan. Risna menyampaikan, sejauh ini Satreskrim Polres Bangkalan telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk bidan yang menangani persalinan tersebut.
"Ditangani oleh Reskrim, sekarang masih memeriksa saksi-saksi, iya (termasuk bidannya)," ucapnya.
Risna menerangkan, polisi segera melakukan gelar perkara setelah pemeriksaan para saksi untuk meningkatkan status.
"Belum ada (yang jadi tersangka) masih pemeriksaan saksi-saksi," tandasnya.
Sebelumnya, warga Desa Panpajung, Modung, Bangkalan, Mukarromah (25) diduga mengalami malapraktik persalinan berujung tertinggalnya kepala bayi di rahimnya.
Kejadian bermula saat bidan kampung menyarankan Mukarromah menjalani perawatan di rumah sakit. Saran itu diberikan karena bayi di rahimnya dalam keadaan lemah dan posisinya sungsang.
"Waktu sampai di Puskesmas saya bilang mau melahirkan operasi di Bangkalan, saya minta rujukan," kata Mukarromah dalam video yang dikonfirmasi detik.com, Minggu (10/3).
Alih-alih mendapatkan surat, Mukarromah justru diarahkan ke ruang persalinan puskesmas. Dia sempat curiga karena diminta menunggu lama.
Mukarromah sempat bertanya ke pihak puskesmas tentang surat rujukan. Namun, petugas justru memintanya menunggu kedatangan bidan.
Lalu bidan bernama Mega datang. Mega langsung menyarankan Mukarromah melahirkan di puskesmas karena sudah bukaan 4.
"Pas saya disuruh ngeden, belum dikasih apa-apa, belum disuntik, setelah agak lama saya dikasih suntikan pendorong, terus disuruh ngeden lagi terus saya enggak kuat, akhirnya patah badannya. Kepalanya tertinggal di dalam (rahim saya)," ungkap Mukarromah.
Dia melanjutkan, "Waktu itu ditarik saya enggak tahu. Soal dipotong apa enggak saya (juga) enggak tahu. Saya ngelihat bidannya pegang gunting, perut saya ditekan dan didorong. Karena saya enggak kuat, saya minta rujuk."
Pada akhirnya, Mukaromah dibawa ke Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Glamour Husada, Bengloa, Tanjung Jati, Bangkalan. Ia menjalani operasi mengeluarkan kepala bayi. Bayi tersebut tak dapat diselamatkan.
Puskesmas Kedungdung, Bangkalan, membantah dugaan malapraktik tersebut.
Melalui kuasa hukumnya, Risang Bima Wijaya, puskesmas menyampaikan bahwa pada Januari 2024, bidan desa sudah menyatakan janin yang dikandung Mukarromah sudah tak ada detak jantungnya. Namun si ibu menyatakan bayinya itu bergerak.
Lalu pada 4 Maret 2024 dini hari, pasien kembali datang ke bidan desa karena merasa mau melahirkan.
"Sehingga dibuatlah rujukan oleh bidan desa ke Puskesmas Kedungdung. Dalam rujukannya itu sudah ada diagnosis intrauterine fetal death (IUFD) atau kematian janin dalam kandungan, itu dari bidan desa ke puskesmas diagnosanya begitu," kata Risang dilansir detikJatim, Selasa (12/3)
Atas rujukan tersebut, pihak puskesmas lalu memeriksa pasien sambil menunggu tanggapan rujukan dari RSUD Bangkalan. Hasil pemeriksaan menunjukkan detak jantung si bayi tidak ada, sedangkan tensi darah pasien sangat tinggi, yakni mencapai 160-180.
Dari kondisi itu, puskesmas disebut memberi penanganan untuk menstabilkan tensi agar bisa dilakukan penanganan operasi secto caesar (sc).
"Tapi, saat proses pemeriksaan dilakukan, si ibu ini sudah mengejan dan ada dokter di sana. Ternyata, ketika diperiksa, sudah terjadi pembukaan lengkap, bokong bayi sudah kelihatan, artinya bayi ini sungsang, tapi tidak ada darah di sana, tidak ada air ketuban," bebernya.
(Red)