WARTAKINIAN.COM - Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Magelang menetapkan Kepala Desa (Kades) Krinjing menjadi tersangka atas kasus korupsi pemanfaatan aset berupa tanah.
Modus tersangka adalah dengan menarik retribusi dari kegiatan penambangan pasir dan batu yang melewati tanah kas desa di Krinjing sepanjang 2017 hingga 2022 lalu. Total mencapai Rp 924 juta.
Hanya saja retribusi itu tidak dimasukkan dalam Pendapatan Asli Desa (PAD). Justru masuk ke kantong pribadi. Tersangka diketahui bernama Ismail yang merupakan kades Krinjing di Kecamatan Dukun.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Magelang, Zein Yusri Munggaran mengatakan, hari ini tim penyidik Kejari Kabupaten Magelang menetapkan seorang IS yang merupakan seorang kepala desa aktif Desa Krinjing.
"Tim penyidik Kejaksaan Negeri Kabupaten Magelang telah menetapkan seorang tersangka yang berinisial IS, seorang Kepala Desa aktif Desa Krinjing. Hal ini terkait dalam penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi pemanfaatan aset berupa tanah bengkok Desa Krinjing di Kecamatan Dukuh dari tahun 2017 sampai tahun 2022," kata Zein kepada wartawan di Kejari Kabupaten Magelang, Jumat (19/4/2024) mengutip detikjateng.com.
Untuk konstruksi penanganan kasus ini dasar penyidikan ini nomor Sprindik 3 Tahun 2022. Kemudian diperpanjang menjadi Sprindik nomor 2 tahun 2024.
"Yang pada intinya penanganan perkara ini merupakan tunggakan dari tahun 2002 dan tanggung jawab saya selaku Kepala Kejaksaan Negeri dengan beserta tim penyidik untuk menuntaskan perkara ini supaya tidak terkatung-katung. Alhamdulillah, pada hari ini kita telah melakukan penetapan tersangka dan melakukan penahanan selama 20 hari ke depan," jelas Zein.
"Tujuannya daripada melakukan penahanan ini, yang pertama adalah alasan objektif yaitu diatur dalam pasal 21 ayat 1 KUHAP yaitu ancaman hukumnya 5 tahun ke atas. Kemudian alasan subjektif yaitu pasal 21 ayat 4 kalau tidak salah, itu dikhawatirkan melarikan diri, mengulangi perbuatannya dan menghilangkan barang bukti. Dan juga penahanan ini tujuannya untuk mempercepat penanganan perkara," ujarnya.
Zein menerangkan, secara garis besar modus operandi IS adalah melakukan penarikan retribusi dari kegiatan penambangan berupa batu dan pasir yang melewati tanah bengkok desa dari tahun 2017 sampai 2022. Namun, hasil retribusi tersebut tidak disetorkan kepada pendapatan asli desa atau APBDes dan dinikmati sendiri oleh tersangka.
"Di mana hasil penarikan retribusi itu tidak disetorkan kepada Pendapatan Asli Desa, jadi dinikmati sendiri oleh tersangka tersebut dan itu telah diakui oleh tersangka. Dan kerugian dari hasil perhitungan auditor dari Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah itu berkisar Rp 924.299.900," katanya.
Zein berkata, pasal yang disangkakan terhadap IS adalah Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Tipikor. Pasal 12 huruf e UU nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Ancaman hukuman yang pasal duanya itu seumur hidup. Kemudian juga pidana penjara selama 20 tahun," tegasnya.
(Red)