• Jelajahi

    Copyright ©
    Sinyal Bekasi

    Iklan

     


    Pengamat Politik Unisma Bekasi Sinyalir Ada Skenario Jegal PKS Lewat Koalisi Besar

    29/05/2024, 12:44 WIB Last Updated 2024-05-29T05:44:10Z

    PENULIS : ADE DWI HIDAYAT

    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini


    WARTAKINIAN.COM
    - Pengamat Politik Universitas Islam 45 (Unisma), Adi Susilo menyatakan ada skenario untuk menjegal kekuatan PKS di Pilkada Kota Bekasi 2024.


    Koalisi parpol besar yang terjadi pada Pilkada 2018 bisa kembali terulang di Pilkada 2024 mendatang. Jika itu terjadi, PKS akan sulit memenangkan kontestasi Pilkada meski menjadi pemenang di Pemilu legislatif 2024.


    Adi menjelaskan, belajar dari Pilkada 2018, pasangan calon Rahmat Effendi dan Tri Adhianto yang merupakan koalisi gemuk (Golkar, PAN, PDIP, PPP, PKB, Demokrat, Hanura, NasDem dan PKPI) mampu mengalahkan lawan politiknya Nur Suprianto - Adhy Firdaus (PKS dan Gerindra).


    "Dugaan saya kalau ketua partai-partai ini tidak berambisi, mendingan membuat koalisi besar untuk bisa mengalahkan PKS. Jadi PKS itu bisa dikalahkan kalau lawannya hanya 2 partai, maka maksimal 3 pasangan calon." 


    "Kalau head to head PKS bisa kalah dan ini belajar dari Bang Pepen, kita tahu partai yang harusnya bisa nyalon nyatanya tidak mencalonkan juga, akhirnya terjadi head to head," ujarnya kepada awak media, Selasa (28/5/2024).


    Menurut Adi, koalisi Pilpres kemarin sebetulnya tidak bisa menjadi patokan. Golkar dan PDIP juga masih cair artinya tidak ada sekat ideologi, "lagi-agi tergantung isi tasnya atau siapa yang akan membiayainya."


    "Belajar dari pengalaman Pilpres kemarin yang paling utama yang nomer 3, sedangkan nomer 1 dan 2 bisa disetting popularitas, elektabilitas bisa menggunakan media mainstream, survei-survei yang bisa dinarasikan yang penting dananya kuat," ungkapnya.


    "Pengamatan saya pemilih Bekasi ini agak unik, partai partai berbasis agama itu malah tidak besar suaranya, secara keagamaan mereka besar tapi begitu pilihan politik jadi beda."


    "Mungkin karena partai-partai lama cukup kuat, parpol-parpol tersebut bukan berbasis agama seperti Golkar, PDIP, mungkin pemilih Islam juga larinya kesana tidak ke partai Islam."


    "Penting kita sadari bahwa perilaku pemilih kita baru sampai disitu, mereka memilih bukan karena ideologis karena masih sedikit, maka kuenya harus diperbesar," pungkasnya. (Red/Denis).

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    PEMERINTAH

    +
    /*]]>*/