WARTAKINIAN.COM - Anggota Komisi IX DPR RI Arzeti Bilbina mendukung upaya Kementerian Kesehatan untuk menggandeng pihak kepolisian dalam rangka investigasi dugaan kasus perundungan dokter anestesi di FK Undip. Bahkan, dengan gamblang Arzeti mendukung pemecatan pelaku jika terbukti melakukan perundungan tersebut.
“Perlu juga ada tim khusus sendiri untuk mengatasi masalah perundungan di PPDS, termasuk dari pakar kejiwaan atau psikolog. Karena kan ini PPDS lingkungan yang baik dosen maupun seniornya bukan lagi di usia muda yang tengah melakukan pencarian jati diri,” paparnya.
Dalam keterangan tertulisnya kepada Parlementaria, di Jakarta, Selasa (20/8/2024), Arzeti menyampaikan bahwa Komisi IX DPR yang membidangi urusan kesehatan itu berkomitmen akan mengawasi kasus perundungan di kalangan dokter spesialis. Politisi Fraksi-PKB ini juga mengatakan perlu ada pemeriksaan mental kepada para dokter di lingkungan PPDS. Sebab dokter merupakan profesi yang berhubungan langsung dengan keselamatan orang.
“Para dokter ini bekerja dengan nyawa pasien sebagai taruhannya. Kalau ternyata suka melakukan perundungan, bagaimana kita bisa percayakan nasib dan keselamatan pasien karena artinya mereka punya mental sebagai pelaku perundungan yang tidak baik,” ujar Politisi Fraksi PKB ini
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa praktik perundungan tidak lagi boleh digunakan sebagai pengakuan dari senior kepada junior.
"Perundungan itu kan cara kuno atau lama yang biasanya dilakukan di sekolah. Ini kan sudah pada dewasa umurnya juga, harusnya sudah pada matang dari sisi mental tapi kok masih melakukan perundungan. Apa tidak malu dengan profesi dokternya?!," ungkapnya.
Legislator Dapil Jawa Timur I ini menilai bahwa kasus dr. Aulia ini harus menjadi momen bersih-bersih dunia pendidikan kedokteran dari tindakan perundungan atau praktik-praktik tidak terpuji lainnya. Ia juga mendukung Kemenkes yang memberikan ancaman sanksi tegas bagi pelaku perundungan di PPDS, termasuk bagi pihak kampus atau atasan yang diketahui melakukan pembiaran terhadap praktik perundungan.
"Memang harus ada hukuman atau sanksi tegas untuk pelaku perundungan maupun yang melakukan pembiaran. Dan pecat jika memang terbukti bersalah. Kalau terus didiamkan, tidak akan selesai masalah tradisi perundungan ini,” tegas Arzeti.
Arzeti mengingatkan, seharusnya Pemerintah dapat memberikan keamanan dan kenyamanan bagi peserta PPDS. Terlebiu dari informasi yang bereda, bukan hanya tekanan mental yang diterima oleh mahasiswa PPDS melainkan juga soal keuangan.
“Sangat miris sekali kalau semestinya dokter mengobati pasien tapi malah harus sibuk menyembuhkan diri sendiri akibat kena mental”
"Ini sudah keterlaluan. Memang di sekolah itu semua perundungan terjadi. Padahal seharusnya senior ke junior itu lebih pada ke pembinaan, bukan penekanan mental. Ini kan sangat berbahaya kalau para dokter muda kena trauma," tukasnya.
Arzeti berharap Pemerintah segera melakukan evaluasi internal mulai dari sistem pendidikan hingga mengetahui asal mula perundungan itu terjadi. Karena dengan melakukan analisis dari hulu ke hilir, pemutusan rantai perundungN bisa dilakukan secara optimal, karena masalah tersebut bisa memberikan dampak serius bagi kesehatan mental seseorang.
"Perundungan, terutama di lingkungan profesional seperti pendidikan kedokteran, dapat memiliki dampak yang sangat serius pada kesehatan mental seseorang. Sehingga harus dihilangkan," kata Arzeti.
DPR pun menilai, pemutusan rantai perundungan harus dilakukan secara kolaboratif dari semua pihak. Termasuk, kata Arzeti, dengan membentuk tim khusus untuk menangani fenomena perundungan ini.
"Diharapkan lingkungan pendidikan kedokteran dapat menjadi lebih aman dan mendukung bagi semua peserta didik. Kalau perlu ada tim khusus dalam melakukan investigasi. Agar kedepannya kejadian ini tidak terulang lagi. Profesi dokter (harus) bersih dari perundungan, karena sangat miris sekali kalau semestinya dokter mengobati pasien tapi malah harus sibuk menyembuhkan diri sendiri akibat kena mental," pungkas Arzeti. (Red)