Anggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez
WARTAKINIAN.COM - Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami selebgram Cut Intan Nabila oleh suaminya, Amor Toreador, mendapatkan respons cepat dari pihak kepolisian. Komisi III DPR RI pun berharap agar pihak kepolisian bisa bekerja cepat pada kasus-kasus lain yang tidak viral seperti pada kasus ini.
"Kita apresiasi kerja cepat yang dilakukan Polisi. Kami di DPR pasti akan mendukung kerja-kerja penegak hukum, dan berharap untuk kasus yang tidak viral, Polisi juga harus gercep (gerak cepat) seperti ini. Terutama bagi rakyat kecil yang tidak memiliki privilese,” kata Anggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Rabu (14/8/2024).
Seperti diketahui, kasus ini berawal dari postingan Cut Intan sendiri yang menunjukkan video penganiayaan dirinya oleh sang suami. Postingan yang dibuat Intan pada Selasa (13/8) pagi langsung viral dan mendapat perhatian besar publik karena aksi suaminya yang cukup keji.
“Kita harapkan tidak hanya untuk kasus viral saja Polisi melakukan aksi cepat”
Cut Intan kemudian melakukan pelaporan ke kepolisan pada sore hari dan Amor Toreador ditangkap di malam harinya di sebuah hotel di Kemang, Jakarta Selatan, diduga saat hendak melarikan diri. Gilang menyoroti kecepatan aksi kepolisian menangani kasus KDRT itu.
“Ini adalah sesuatu yang baik, dan harus terus dilanjutkan. Kasus Cut Intan Nabila menjadi pengingat bahwa sebenarnya kepolisan bisa bertindak cepat dan efektif dalam penegakan hukum. Kita harapkan tidak hanya untuk kasus viral saja Polisi melakuan aksi cepat,” tuturnya.
Gilang menekankan kecepatan aksi kepolisian juga harus dilakukan pada semua kasus KDRT yang dialami masyarakat. Ia kemudian menyinggung soal fenomena no viral no justice seperti yang disampaikan oleh Ketua DPR RI Puan Maharani beberapa waktu lalu.
“Penanganan kasus yang cepat itu adalah hak setiap korban, bukan hak istimewa yang bergantung pada perhatian media atau publik. Aparat penegak hukum dan Pemerintah harus memastikan bahwa semua kasus ditangani dengan respons yang konsisten dan adil, tanpa menunggu viral," papar Gilang.
“Jangan hanya bergerak cepat hanya pada isu yang mendapatkan sorotan media atau publik. Ini juga termasuk kasus-kasus lainnya, tak hanya KDRT, dan bukan hanya untuk Polri saja tapi berlaku untuk semua penegak hukum,” imbuh Legislator dari Dapil Jawa Tengah II tersebut.
Video KDRT yang diunggah Cut Intan di laman Instagramnya mendapatkan sorotan dari publik, terlihat sudah ditonton sebanyak 181 juta kali, mendapatkan like 3,4 juta, komen 1,2 juta dan dibagikan 2.6 juta hingga Rabu (14/8) pagi ini. Belum lagi video kekerasan itu juga banyak di-posting ulang oleh akun-akun lain.
“Dan tentunya penanganan cepat dalam kasus-kasus seperti ini juga berkat atensi dari masyarakat. Reaksi kemarahan publik yang terlihat di media sosial semakin mempercepat pengusutan kasus. Hari-hari ini, netizen punya andil besar dalam sisi pengawasan terhadap lembaga/instansi negara,” ucap Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Kendati demikian, Gilang memberikan apresiasi kepada kepolisian yang dapat menangkap pelaku dengan cepat dan berharap proses penegakan hukum dalam kasus ini dilakukan secara transparan apalagi sudah menjadi perhatian besar publik.
"Tidak boleh ada kesenjangan dalam penegakan hukum. Proses penegakan hukum harus dilakukan secara transparan dan akuntabilitas yang jelas," tegasnya.
Adapun Cut Intan mengaku sudah mengalami KDRT berulang kali selama 5 tahun pernikahannya. Komisi III DPR yang membidangi urusan hukum ini berharap pelaku dapat dihukum setimpal. Dalam video kekerasan yang beredar, Amor Toreador tak hanya memukul Cut Intan berkali-kali, tapi tampak juga menendang anaknya yang masih bayi.
"Saya mengecam aksi kekerasan tersebut, perbuatan pelaku sangat tidak bisa diterima. Seorang suami dan ayah seharusnya melindungi keluarganya, bukan malah memberikan rasa sakit terhadap istri dan anak-anaknya. Wajar jika publik marah atas tindakan pelaku,” ujar Gilang.
Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) diketahui terdapat 15.459 kasus kekerasan sejak awal hingga pertengahan tahun 2024 ini di mana sebanyak 13.436 dialami oleh perempuan dan 3.312 oleh laki-laki. Kekerasan dalam rumah tangga menjadi kasus tertinggi.
Sedangkan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat sepanjang tahun 2023 ada 401.975 kasus kekerasan. Gilang mendorong kepada seluruh korban KDRT untuk berani berbicara dan melaporkan ke pihak yang berwajib seperti yang dilakukan Cut Intan.
“Saya mengimbau kepada seluruh korban KDRT untuk berani melapor ke pihak berwajib, atau minta pendampingan lembaga terkait. Baik itu perempuan atau laki-laki, jangan takut untuk speak up dan melaporkan ke Polisi ketika mengalami kekerasan," sebut Wakil Ketua BKSAP DPR itu.
Gilang juga mendorong Pemerintah untuk memperkuat optimalisasi implementasi UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), UU Perlindungan Anak dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Selain dilakukan penegakan hukum dari unsur pidana, pemulihan korban kekerasan juga harus jadi perhatian.
"Pelaku dihukum secara pidana dan korban harus mendapatkan pendampingan psikologis untuk memulihkan trauma,” tutup Gilang. (Red)