WARTAKINIAN.COM - Komisi IX DPR RI menerima audiensi dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan DPRD Provinsi Sumatera Selatan. Dalam kesempatan itu, mereka mengadukan persoalan mengenai Tapera dan juga klausul mengenai klaster ketenagakerjaan yang ada di Omnibus Cipta Kerja.
Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani menilai usulan yang disampaikan sangat baik dan konstruktif. Terlebih, para pekerja tidak akan menyampaikan aspirasinya melalui demonstrasi anarkis di luar.
“Mereka menyampaikannya secara konstruktif dan reasoning-nya pun jelas. Secara peraturan perundang-undangan, kemudian bagaimana mereka menyampaikan narasi secara baik,” ujar Irma kepada Parlementaria usai audiensi bersama di Ruang Rapat Komisi IX DPR RI, Jakarta, Kamis (29/8/2024).
Lebih lanjut, ia menilai, dengan adanya audiensi tersebut, maka ia bisa mendapatkan kritik dari rakyat terkait dengan program-program yang menjadi kontraproduktif terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat, namun dianggap baik oleh pemerintah. Maka dari itu ia mengungkapkan hasil audiensi ini nantinya akan ditindaklanjuti serta disampaikan Komisi IX DPR kepada pemerintah.
“Tentu, ini akan kita sampaikan. Kalaupun itu lintas komisi pun, juga akan kami sampaikan juga, karena itu bagian dari tanggung jawab kita,” lanjut politisi yang juga Anggota Fraksi Partai NasDem ini.
Mengenai Tapera, ia mengungkapkan bahwa para pekerja yang hadir meminta agar sebaiknya pemerintah menyediakan rumah yang bisa mereka cicil dan bersifat sukarela.
“Dan itu (iuran Tapera) tidak juga dipaksakan. Jadi siapa buruh yang sudah punya rumah ya enggak perlu lagi mereka mencicil (iuran) Tapera tersebut. Tapi bagi yang belum punya rumah dan mau menjadi peserta Tapera, maka pemerintah diharapkan bisa mengakomodir itu,” jelas Politisi Fraksi Partai NasDem ini.
“Berikan dulu rumahnya, biar mereka (pekerja) cicil”
“Jadi jangan present value 30 tahun kemudian baru dapat uangnya. Mereka tadi menyampaikan kalau sekarang potongan Tapera itu 100 ribu, bisa dibilang kurang lebih 100 ribu. Kalau mereka kerja 25 tahun, mereka baru dapat 30 juta. Sementara present value, nilai uang 25 tahun yang akan datang, 30 juta itu enggak bisa jadi rumah. Cuma bisa jadi bagian dari rumah, bisa cuma untuk bikin dapur dan WC,” lanjutnya.
Maka dari itu, menurutnya ini perlu harus menjadi perhatian pemerintah agar sebaiknya usulan mereka bahwa pemerintah sediakan dulu rumahnya, baru mereka cicil. Terlebih, menurutnya negara wajib hadir di tengah masyarakatnya.
“Memberikan perlindungan, sandang, pangan, papan bagi masyarakat miskin. Itu ada di konstitusi. Jadi, mudah-mudahan pemerintah mendengarkan ini dan bisa mengakomodir permintaan pekerja, berikan dulu rumahnya, biar mereka cicil,” ucap politisi dapil Sumatera Selatan II.
Adapun terkait klaster ketenagakerjaan yang ada di Omnibus Cipta Kerja, ia mengungkapkanSerikat Pekerja meminta kepada pemerintah agar klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari UU Omnibus Cipta Kerja. Sebab menurutnya, keberadaan klausul itu menimbulkan kerugian bagi para pekerja. Irma pun sepakat akan hal itu.
“Kalau yang lain bagus ya, bagus dan kita dukung, tapi untuk khusus klausul klaster ketenagakerjaan ini kami meminta dikeluarkan saja agar tidak menjadi kontraproduktif,” ungkapnya. (Red)