WARTAKINIAN.COM - Bakal calon pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah baik pemilihan gubernur dan wakil gubernur,bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota tidak terlepas dari hukum yang mengaturnya. Ada aturan main yang jika dilanggar, dan pelangarannya bisa dibuktikan secara hukum dapat berakibat kerugian secara politik sampai pada sanksi hukum pembatalan calon.
Untuk bisa memenangi kontestasi pemilihan kepala daerah, pasangan calon kepala daerah bukan hanya sekedar harus mengerti dan bernalar politik dalam menyusun dan menempatkan tim pemenangan untuk mendulang suara sebanyak mungkin.
Pasangan calon dituntut harus memahami mengenai kerangka hukum pilkada yang berlaku, sehingga ketika ada tindakan yang dianggap merugikan pasangan calon baik berupa pelanggaran, manipulasi dan penyelewengan terhadap regulasi, bisa dipastikan adanya penegakan hukum untuk mewujudkan keadilan dalam proses kompetisi tersebut.
Lalu apakah cukup dengan menyusun tim pemenangan?,tidak !. Pasangan calon kepala daerah pun dituntut untuk menyusun tim hukum yang mumpuni sebagai perisai dari semua perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum, yg akan merugikan pasangan calon secara politik. Cerdasnya pasangan calon dalam menyusun tim hukumnya akan memberi faktor penentu untuk menjaga keadilan dari semua proses kompetisi pemilihan kepala daerah yang diikutinya.
Kerangka hukum pemilihan kepala daerah tertuang dalam UU Pilkada yg diatur dalam UU No.6 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu No.2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Maka tim hukum yg dimiliki pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah perlu memiliki kompetensi yang cukup dalam memahami regulasi yang menjadi payung hukumnya, dan aturan teknis turunannya yang tersebar dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum, Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum, Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Peraturan Mahkamah Konstitusi, Peraturan Mahkamah Agung, Peraturan Bersama Ketua Bawaslu, Kapolri, Jaksa Agung tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu.
Dalam konteks peraturan perundang-undangan potensi sengketa hukum dalam perhelatan pilkada bisa terjadi karena adanya pelanggaran dan perselisihan. Tindakan pelanggaran hukum diatur kedalam beberapa jenis yg berupa tindak pidana dengan sanksi kurungan badan yang hukum acaranya menggunakan hukum acara pidana biasa, dan pelanggaran administrasi yang saksinya bisa berupa sanksi terberat pembatalan calon, dan pelanggaran etika penyelenggara pilkada yg sanksi terberatnya bisa berupa pemecatan tidak hormat.
Ketatnya persaingan dalam kompetisi pemilihan kepala daerah berpotensi menimbulkan perselisihan/sengketa. Secara hukum perselisihan atau sengketa dalam Pilkada dibagi kedalam dua hal yaitu sengketa yg menyangkut hasil dan sengketa non hasil atau sengketa proses yang penyelesaiannya berbeda -beda melalui lembaga hukum yg berbeda juga. Berbagai penyelesaian hukum atas tindakan pelanggaran berupa tindak pidana pemilihan,maupun pelanggan administrasi dibatasi dengan limitasi waktu yang harus diajukan secara cepat sebagaimana hukum acara yg mengaturnya yg semuanitu hanya bisa dikerjakan oleh orang-orang yg memahami alur penyelesaian berbagai pelanggaran dan sengketa yang terjadi berdasarkan keilmuan dan pengalamannya.
Demikianlah pentingnya tim hukum dibentuk oleh pasangan calon pilkada guna memastikan terwujudnya keadilan dalam semua proses kompetisi sesuai dengan regulasi yg berlaku, yg menjadi aturan mainnya sehingga terproteksinya pasangan calon dari kerugian hilangnya suara akibat pelanggaran-pelanggaran yang terjadi yg kemungkinan dilakukan oleh kompetitor.
Selamat bersaing, selamat menata tim hukum dalam semua proses perjuangan politiknya bagi seluruh Paslon. Salam TPP Lawfirm
(wawan)