Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher
WARTAKINIAN.COM – Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah agar segera merevisi PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).
“Pemerintah harus segera merevisi PP Nomor 28 Tahun 2024. Tuliskan dengan jelas dan eksplisit apa yang dimaksud dengan remaja dan anak sekolah dalam hal pemberian alat kontrasepsi," kata Netty dalam keterangan medianya, Senin, 12 Agustus 2024.
Jika tidak tertulis secara eksplisit, lanjutnya, hal ini dapat ditafsirkan dengan rancu. "Jangan sampai timbul opini publik bahwa PP ini mengabaikan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia dengan adanya pengaturan pemberian alat kontrasepsi untuk remaja dan anak sekolah.
“Dalam pasal yang menyebutkan penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja dan anak sekolah tidak dijelaskan secara rinci definisi remaja dan anak sekolah. Jadi pasal ini dipahami dalam pengertian umum," tambahnya.
Padahal, lanjut Netty, pasal 98 di PP tersebut menjelaskan bahwa upaya kesehatan reproduksi dilaksanakan dengan menghormati nilai luhur yang tidak merendahkan martabat manusia dan sesuai dengan norma agama. "Nilai luhur dan norma agama seharusnya menjadi guideline sehingga pemerintah perlu berhati-hati dan cermat dalam menuliskan pasal demi pasal guna menghindari penafsiran yang liar” tambahnya.
Oleh sebab itu, Netty menolak klaim pemerintah yang menyebut bahwa yang dimaksud dengan remaja dan anak sekolah tersebut adalah yang sudah menikah dan atau remaja berisiko, misal, remaja dengan kasus HIV/AIDS.
"Sekali lagi, tulis secara eksplisit dalam pasalnya atau dalam penjelasan bahwa yang dimaksud adalah ‘remaja dan anak sekolah yang sudah menikah’. Kalau sekadar penjelasan lisan dari pejabat terkait, ini kan tidak permanen dan tidak memiliki kekuatan hukum,” lanjut Netty.
“Padahal pada pasal 104-nya diperjelas bahwa penyediaan alat kontrasepsi untuk pasangan usia subur dan kelompok berisiko, kenapa untuk bagian remaja dan anak sekolah tidak diperjelas dengan kata ‘yang sudah menikah’?” katanya.
Selain itu, Netty mengingatkan pemerintah untuk menjalankan amanat dari regulasi yang lebih tinggi, yaitu UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Regulasi tersebut mengatur bahwa pendidikan nasional didasarkan pada Pancasila, serta berfungsi untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
"Jadi, seharusnya pendidikan kespro buat pelajar dan remaja diformulasikan secara holistik, berbasis pada pemahaman bahwa mereka adalah subjek hukum dari aturan berbasis Ketuhanan yang Maha Esa. Pendidikan kespro wajib sejalan, dan jangan sampai bertentangan, dengan nilai agama. Pesan utama dari segala upaya kespro anak dan remaja adalah abstinensi, abstinensi, dan abstinensi, karena mereka harus kita arahkan untuk fokus belajar, mengasah karakter, dan mengejar cita-cita,” papar Netty.
Penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja dan anak sekolah yang tidak dijelaskan secara eksplisit, kata Netty, justru berpeluang meningkatkan perilaku seksual bebas di kalangan remaja dan pelajar,” tambah Netty.
(Red)