WARTAKINIAN.COM - Berita yang telah mencuat pada bulan Agustus yang lalu, terkait tuduhan seorang warga Candi Sidoarjo telah melakukan asusila kepada anak disabilitas dibawah umur, Pihak Polresta Sidoarjo telah menjadikan tersangka. Ironisnya Surat tugas penangkapan hanya diberitahukan sekilas kepada istri tersangka dan tidak diberikan kepada pihak keluarga (istrinya) bahkan difoto pun tidak boleh. Apakah proses penangkapan yang dilakukan oknum Polresta Sidoarjo telah melanggar SOP yang ada.
Sidang Praperadilan terkait pelaporan yang disangkakan kepada inisial SW oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia c.q Kepolisian Daerah Jawa Timur c. q Kepolisian Resor Kota Sidoarjo (Penyidik Sub Unit PPA Polresta Sidoarjo) Jl. Raya Cemengkaleng No 12, Kabupaten Sidoarjo, yang melakukan pelecehan seksual terhadap anak disabilitas dibawah umur, dari keluarga SW telah berupaya untuk melakukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Sidoarjo. yang mana berita telah beredar beberapa bulan yang lalu, hari ini Jum'at (31/10/2024) dilaksanakan sidang perdana di pengadilan Negeri Sidoarjo melalui Kuasa Hukumnya DPP Aliansi Arek Sidoarjo (Alas) .
Sidang perdana Praperadilan hari ini dimulai pada pukul 10.00 Wib, hadir kuasa hukum kedua belah pihak dari termohon Polresta Sidoarjo dan pemohon pihak SW, dijelaskan oleh kuasa hukum tersangka (SW) Dibertius Boimau, S.H.,M.H, bahwa hari ini dilakukan pembacaan gugatan praperadilan.
"Berjalannya proses praperadilan ini atas dasar penangkapan pada klien kita, tidak ada surat tugas dan berdasar laporan dari masyarakat, dan siapa masyarakat ini seharusnya ada perintah surat tugas baru bisa melakukan eksekusi. Dan selanjutnya 1x24 jam itu harus ada surat penangkapan dan wajib diberikan kepada keluarga, kalau tidak diberikan berarti melanggar SOP,"Ujarnya.
"Disini kita mencari keadilan, apakah proses penangkapan ini sudah melalui standar operasionalnya. terjadi penangkapan pada siang hari, dengan kronologi tiba - tiba ada pihak dari Polres datang dan klien kita di duga melakukan persetubuhan langsung dibawah sampai hari ini, seharusnya di duga dulu baru keluar BAP baru disangkakan," jelas Dibertius.
Dibertius mengatakan bahwa Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutuskan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang - undang tentang:
- Sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penuntutan.
- Ganti kerugian dan/ atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Sementara istri SW yang berinisial R.r SBW (45) menjelaskan tentang kronologi yang dialami suaminya, pada pertengahan bulan Agustus lalu telah datang seseorang yang mencari suami saya mengaku sebagai sales untuk menawarkan barang, "waktu itu suami saya mau istirahat di lantai atas disuruh turun. pada waktu itu jam 13.00 Wib dan toko dijaga sama kakak, kakak minta suami saya untuk turun," jelasnya.
"Tau - tau suami saya di beri tau bahwa telah melakukan asusila, entah siapa yang melapor dan suami saya langsung ditangkap begitu saja. Dan saya turun lari mendengar suami teriak - teriak di bawa ke mobil. Saya tanya kenapa suami saya?.
" Katanya suami ibu dilaporkan " Kata saya siapa yang melaporkan. Dan mereka menjawab nanti aja dikantor aja, nanti di jelaskan dikantor, katanya sambil menarik sampai pinggangnya sakit dibawa 4 atau 5 orang dibawa ke mobil,"
"Dan saya tanya mana surat penangkapannya, cuma ditunjukan dan akan saya foto tidak boleh, saya konsentrasi sama suami saya,"
"Awalnya Sayapun tidak tau bahwa suami saya telah dilaporkan oleh Isabela, saya tau setelah malam dari Polres. Dan Isabela tetangga sebelah rumah, saya tidak yakin kalau suami saya melakukan hal seperti itu,"
"Harapan saya suami saya bebas dan nama baiknya dibersihkan. Karena suami saya punya sakit komplikasi yang kronis, katarak, paru - paru, glukoma sudah akut dan prostat buat kencing aja sakit waktu itu, dokter menyarankan bulan ini untuk operasi, karena suami saya sekarang di tahan operasinya pun telah ditunda," pungkasnya.
(YS)