WARTAKINIAN.COM - Pernyataan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Yandri Susanto, yang viral di media sosial menuai polemik dan kecaman keras dari berbagai pihak, terutama komunitas wartawan dan aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Dalam sebuah video yang beredar, Yandri menyebut LSM dan wartawan "Bodrex" sebagai pihak yang sering mengganggu aktivitas desa dengan meminta uang dari kepala desa.
Dalam rekaman tersebut, Yandri mengatakan, “Yang paling banyak ganggu kepala desa itu LSM sama wartawan Bodrex, mereka muter ke kepala desa ini minta duit satu juta. Bayangkan, kalau ada 300 desa, berarti 300 juta, kalah gaji Kemendes itu.” Ia juga menambahkan, “Oleh karena itu, mungkin pihak kepolisian dan kejaksaan perlu menertibkan, bahkan menangkap LSM dan wartawan Bodrex yang mengganggu para kepala desa itu untuk bekerja,” ujar Yandri sembari tertawa.
Pernyataan ini langsung mendapat kecaman dari berbagai pihak, termasuk Ketua Dewan Pimpinan Cabang Persatuan Wartawan Republik Indonesia (DPC PWRI) Kabupaten Tasikmalaya, Chandra Foetra Setiawan Foster Simatupang.
Chandra menyatakan bahwa ucapan tersebut jelas telah melecehkan dan mencemarkan nama baik profesi wartawan di Indonesia. Ia mendesak agar Yandri Susanto segera meminta maaf secara terbuka kepada wartawan di seluruh Indonesia.
Chandra juga meminta Presiden Prabowo Subianto untuk memecat Yandri sebagai Menteri Desa dan menyerukan aparat penegak hukum untuk menangkap dan memeriksa Yandri, yang dianggap telah melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta menghambat kinerja wartawan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Menyikapi viralnya video ucapan Menteri Desa, Yandri Susanto yang mengatakan ‘LSM dan Wartawan Bodrex’ sering meminta uang dan mengganggu aktivitas desa tanpa menyebut oknum, itu sama dengan menjustifikasi seluruh LSM dan wartawan Bodrex. Ucapan tersebut sudah sangat jelas melecehkan dan menghina profesi wartawan di Indonesia,” tegas Chandra.
Chandra mengingatkan bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, wartawan dilindungi untuk melaksanakan tugasnya, termasuk mengawasi dan mengkritik pemerintah. Ia menambahkan, jika ada oknum wartawan yang melanggar, hal itu harus diproses secara hukum, tetapi tidak seharusnya menyamaratakan seluruh profesi wartawan.
"Jika ada wartawan yang mengganggu atau meminta uang, itu tidak dibenarkan. Namun, kedatangan wartawan ke pemerintah desa atau instansi lain adalah untuk menggali informasi sebagai bagian dari kontrol sosial, terutama dalam mengungkap penyalahgunaan anggaran Dana Desa yang sering kali berujung pada korupsi," jelas Chandra.
Dia juga menegaskan agar polisi tidak mengintervensi tugas wartawan dalam menjalankan fungsinya sesuai dengan hukum yang berlaku, sebagaimana diatur dalam Nota Kesepahaman MoU antara Dewan Pers dan POLRI.
(wwn)